Photobucket

Selasa, November 17, 2009

Pariwisata

Sektor Pariwisata

Data tahun 1998 menunjukkan bahwa jumlah hotel di seluruh daerah Sumatra Utara berjumlah 55 hotel, terdiri dari hotel bintang 1 berjumlah 19 unit, hotel bintang 2 berjumlah 20 unit, hotel bintang 3 berjumlah 8 unit dan hotel bintang 4 berjumlah 8 unit. Hotel bintang 4 hanya terdapat di Medan, Dairi, dan Asahan. Hotel bintang 3 terdapat di Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Asahan, dan Nias. Jumlah kamar hotel untuk hotel bintang 1 sekitar 929 kamar; bintang 2 berjumlah 1.157 kamar; hotel bintang 3 berjumlah 875 kamar; dan hotel bintang 4 berjumlah 1.293 kamar.

Daerah Sumatra Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri atas beberapa suku, seperti Melayu, Nias, Batak Toba, Pakpak, Karo, Simalungun, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan (meliputi Sipirok, Angkola, Padang Bolak, dan Mandailing); serta penduduk pendatang seperti Minang, Jawa dan Aceh yang membawa budaya serta adat-istiadatnya sendiri-sendiri. Daerah ini memiliki potensi yang cukup baik dalam sektor pariwisata, baik wisata alam, budaya, maupun sejarah.

Wisatawan asing yang datang ke Bandara Polonia pada tahun 1998 berdasarkan negara asal adalah sebagai berikut: dari Asia berjumlah 47.776 orang, terdiri dari wisatawan Jepang 1.192 orang, Korsel 523 orang, Taiwan 2.251 orang, Thailand 552 orang, Singapura 6.049 orang, Malaysia 35.639 orang, dan India serta Pakistan 775 orang. Sedangkan wisatawan dari Australia 961 orang, New Zealand 199 orang, Amerika Serikat 1.492 orang, Kanada 505 orang, Inggris 1.865 orang, Belanda 3.621 orang, Jerman 1.469 orang, dan dari negara Eropa lainnya dalam jumlah lebih dari 2000 orang.

Danau Toba

Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik sebesar 100km x 30km di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di tengahnya terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir. Danau Toba sejak lama menjadi daerah tujuan wisata penting di Sumatera Utara selain Bukit Lawang dan Nias, menarik wisatawan domestik maupun mancanegara. Diperkirakan Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan supervolcano (gunung berapi super) yang paling baru. Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University memperkirakan bahwa bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2800km3, dengan 800km3 batuan ignimbrit dan 2000km3 abu vulkanik yang diperkirakan tertiup angin ke barat selama 2 minggu.

Kejadian ini menyebabkan kematian massal dan pada beberapa spesies juga diikuti kepunahan. Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia sampai sekitar ribuan saja.

Setelah letusan tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan menjadi yang sekarang dikenal sebagai Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.Rujukan

Pariwisata Minim Promosi


Suara Pembaruan,31 Desember 2007
Sektor pariwisata masih tertatih-tatih. Sederet masalah menjadi kendala. Dari sisi internal, masalah infrastruktur, dana promosi, maupun keamanan, memang belum memadai. Sementara dari sisi eksternal, iklim dan cuaca ikut menjadi kendala. Tahun 2007, pariwisata Indonesia masih dirundung banyak persoalan. Dari catatan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar), jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia sepanjang tahun 2007 hanya mencapai 5,5 juta orang.

Depbudpar mengakui, jumlah tersebut merupakan perolehan tertinggi yang dicapai sektor pariwisata dalam 10 tahun terakhir. Setelah sebelumnya pada tahun 2004 jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia mencapai 5,3 juta orang. Namun, tak dapat dimungkiri, jumlah 5,5 juta wisman yang diperoleh tahun ini, tak mencapai angka 6 juta wisman yang sebelumnya ditargetkan di awal tahun 2007. Dengan jumlah wisman yang mencapai 5,5 juta orang, devisa yang masuk ke kas negara mencapai US$ 5 miliar atau sekitar Rp 45 triliun.

Tahun 2008 pariwisata Indonesia menggelar hajatan besar bertajuk Visit Indonesia Year 2008 (VIY 2008), atau Tahun Kunjungan Indonesia 2008. Lebih dari 100 acara berskala internasional yang rencananya akan digelar di seluruh negeri ini sepanjang tahun 2008, Pemerintah menargetkan, VIY 2008 akan menarik sekitar 7 juta wisman, dan 118 juta wisatawan nusantara (wisnus) untuk berkunjung ke berbagai daerah di seluruh Indonesia. Sepanjang tahun itu ditargetkan pendapatan devisa dari sektor pariwisata akan mencapai US$ 6,4 miliar atau sekitar Rp 57 triliun.

Alhasil angka-angka target VIY 2008 terkesan muluk. Apalagi jumlah dana promosi untuk menggelar program ini hanya US$ 15 juta atau sekitar Rp 135 miliar. Sebagai perbandingan, Malaysia mengucurkan dana sekitar US$ 80 juta (sekitar Rp 720 miliar) untuk mempromosikan program Visit Malaysia Year 2007. Dengan anggaran sebesar itu, promosi Visit Malaysia Year 2007 yang diperpanjang hingga pertengahan tahun 2008 pun terlihat begitu jor-joran.

Wajarlah jika kemudian banyak pihak menyangsikan suksesnya VIY 2008, dan mempertanyakan kesiapan Pemerintah Indonesia menggelar hajatan yang bertepatan dengan 100 tahun kebangkitan Bangsa Indonesia. Sebab, persiapan yang dilakukan Pemerintah, dalam hal ini Depbudpar, dinilai terlalu mepet.

Menanggapi hal itu, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar), Jero Wacik tetap bersikap optimistis. Dia yakin, anggaran promosi VIY 2008 sebesar itu akan cukup membantu meningkatkan promosi pariwisata Indonesia, khususnya di luar negeri. Di antaranya dengan memasang iklan di sejumlah media massa internasional, khususnya televisi asing, dan mengikuti beragam ajang pameran di luar negeri.

Penetapan Destinasi Pariwisata Indonesia belum menjadi "dagangan" utama Indonesia. Hal itu mengingat saat ini pemerintah sedang fokus pada masalah pendidikan dan kesehatan. Karena itu, anggaran sektor pariwisata masih belum mendapatkan porsi cukup besar. Padahal, meskipun persepsi tentang Indonesia di mata dunia internasional diakui mulai membaik, beberapa hal masih mengancam perkembangan pariwisata Indonesia, di antaranya bencana alam, ancaman bom, virus flu burung, dan lain-lain. Sehingga dibutuhkan upaya promosi cukup keras untuk meningkatkan citra Indonesia di mata dunia sebagai tempat tujuan wisata yang aman, nyaman, dan indah.

Kesiapan infrastruktur sejumlah daerah yang memiliki potensi wisata pun masih cukup memprihatinkan, terutama di daerah-daerah Indonesia bagian Timur. Padahal daerah ini memiliki alam dan sejumlah kearifan lokal yang berpotensi laris untuk dijual. Pemerintah pun telah berupaya mendorong akselerasi pengembangan destinasi (daerah tujuan) pariwisata di daerah, dengan menetapkan suatu daerah menjadi destinasi pariwisata unggulan.

Di tahun 2007, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera Barat telah lebih dulu ditetapkan sebagai destinasi pariwisata unggulan. Selanjutnya, telah ditetapkan Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, dan Papua Barat sebagai destinasi pariwisata unggulan di tahun 2008. Daerah yang terpilih sebagai destinasi pariwisata unggulan Indonesia tersebut dinilai memenuhi kriteria, yaitu memiliki potensi daya tarik, kesiapan sarana dan prasarana, aksesibilitas, kesiapan masyarakat setempat, potensi pasar, posisi pariwisata dalam program daerah, serta rencana induk pengembangan pariwisata daerah (Rippda).

Depbudpar hanya memfasilitasi daerah untuk konsultasi dan koordinasi pengembangan daerah wisata. Untuk prioritas dan fokus pengembangan serta skema dukungan alokasi dana dari APBD pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten masing-masing. Apabila destinasi unggulan ini telah berjalan, Depbudpar akan mempercepat pembangunan pariwisata di daerah tersebut.

Pemerintah berharap, penetapan daerah destinasi pariwisata unggulan dapat meningkatkan distribusi dan penyebaran turis asing di luar Pulau Jawa dan Bali. Namun, tampaknya butuh waktu cukup lama untuk mewujudkan harapan tersebut. Pasalnya, meskipun pemerintah telah menetapkan lima destinasi pariwisata unggulan di tahun 2007, Depbudpar mencatat, hingga saat ini sekitar 94 persen wisman yang datang ke Indonesia masih memilih Jawa dan Bali sebagai daerah tujuan wisata mereka.

Hal itu, sekali lagi, antara lain kurangnya promosi. Dengan minimnya promosi yang dilakukan, asosiasi pariwisata pun menilai, pelaksanaan VIY 2008 baru akan meraup kesuksesan jika waktu pelaksanaannya diperpanjang, tak sekadar satu tahun, tapi hingga tiga tahun ke depan. Waktu tiga tahun, kata Ketua Indonesia Congress and Convention Association (INCCA), Iqbal Allan Abdullah, baru akan membuat nama Indonesia dikenal dan diakui di dunia internasional.

Sebab, untuk menggelar hajatan sebesar ini, seharusnya promosi telah dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya. Dengan demikian, gaung VIY telah bergema ke seluruh penjuru negara yang menjadi sasaran pariwisata Indonesia, dan target yang diharapkan pun akan lebih mudah dicapai.

Beduk telah ditabuh Menbudpar, Jero Wacik di Jakarta Convention Center, pada Rabu (26/12) lalu, sebagai tanda diluncurkannya program VIY 2008 secara resmi. Namun, gaungnya belum menggema hingga ke pelosok negeri. Akankah tahun 2008 membawa keberuntungan bagi pariwisata Indonesia? Semoga... [SP/Yumeldasari Chaniago].Rujukan

Pariwisata Lainnya



2 komentar:

  1. mkasih banget nih infonya...sukses slalu.

    BalasHapus
  2. Ok....sama2, mkasih atas kunjungannya..... Tp aku mohon ma'af, banyak info yg kurang lengkap.

    BalasHapus