Photobucket

Kamis, Desember 24, 2009

Investasi Provinsi Riau

Investasi Provinsi Riau


Nilai ekspor Riau di tahun 2005 mencapai 7,910,506.74 ribu US $ dari CPO, kelapa sawit, pulp, kertas, kayu lapis, kayu olahan, getah karet, produk kelapa, sagu, perikanan tangkap, mi instant, bakau, charcoal, dan batubara.

Riau memiliki potensi berpeluang bagi investor dari sector pertanian, industri, perkebunan, pertambangan, dan perikanan. Komoditi unggulannya adalah batubara sebanyak 651,344.52 juta barel (2004), cengkeh sebanyak 58.00 ton (2003), gas alam sebanyak 426,123.00 ribu US $ (2005), industri minyak sayur sebanyak 2,545,308.00 ton (2005), pengolahan kelapa sawit sebanyak 85,505.00 ton (2005), karet sebanyak 303,676.00 ton (2004), kakao sebanyak 10,049.00 ton (2005), kelapa sawit sebanyak 3,832,228.00 ton (2004), kopi sebanyak 5,937.00 ton (2004), sapi sebanyak 4,495.00 ton (2005), budidaya ikan sebanyak 15,974.00 (2005), perikanan tangkap 134,207.00 ton (2005).

Komoditi nomor dua Riau antara lain alpukat sebanyak 3.46 ton (2005), ayam sebanyak 2,206,501.00 ekor (2005), babi sebanyak 2,357.00 ekor (2004), bayam sebanyak 1,147.00 ton (2003), bebek sebanyak 117,393.00 ekor (2003), star fruit sebanyak 47.37 ton (2005), fruit sebanyak 115.90 ton (2005), chickpea sebanyak 28.50 ton (2005), cabe sebanyak 1,184.00 ton (2003), cempedak sebanyak 347.45 ton (2005), langsat sebanyak 49,479.00 ton (2005), durian sebanyak 17.26 ton (2005), gambir sebanyak 1,607.00 ton (2003), granit sebanyak 120,000,000.00 meter kubik (2005), inudstri brik, industri granit, industri batubara, industri cat, industri kaca, industri kimia, industri logam, industri minyak sawit, industri pengolahan kelapa, industri pengolahan sagu, industri semen, industri tanah liat, bebek, jagung, jahe, jambu, jeruk, kacang, buncis, kedelai, kakao, kambing, bayam air, kaolin, kacang kedelai, kelapa, kelapap hibrida, walnut, kencur, kentang, kerbau, tapioka, singkong, dan mentimun.

Peluang komiditi lainnya adalah produk elektronik, handuk, batu resin, batu besi, pasir kuarsa, pengantaran, gula, getah papaya, dan kelapa. Untuk kebutuhan bisnis Anda, Riau menyediakan fasilitas transportasi, komunikasi, air, listrik, perbankan, keuangan, dan perhotelan. Bandara yang bisa dijumpai antara lain Sei Selari, Tarempa, Japura, SSK, Sultan Syarif Haroen Setia Negara, Pasir Pangarayan, Pinang Kampai, Sultan Syarif Qasim II. Pelabuhan yang bisa dijumpai adalah Bengkalis, Bandul, Batu Panjang, Kurau, Sei Apit, Sungai Pakning, Selat Panjang, Kuala Enok, Pulau Kijang, Sungai Guntung, Tembilahan, Rengat, Penyalai, Panipahan, Sinaboit, Dumai, Tanjung Medang, and Pekanbaru.
Rujukan

Kondisi Makro Perekonomian Provinsi Riau
Kontribusi minyak bumi dalam pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau memang besar. Implikasi dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut juga telah ikut meningkatkan pendapatan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) Riau yang mengalami pertumbuhan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. PDB tanpa migas menurut harga konstan tahun 2000 naik dari Rp. 30,88 triliyun tahun 2004 menjadi Rp. 33,52 triliyun tahun 2005; Rp. 36,42 triliyun tahun 2006 dan Rp. 39,35 triliyyun tahun 2007. PDB migas menurut harga konstan tahun 2000 naik dari Rp. 75,22 triliyun tahun 2004 menjadi Rp. 79,29 triliyun tahun 2005; Rp. 83,37 triliyun tahun 2006 dan Rp. 87,83 triliyun tahun 2007.

Selanjutnya PDB Riau tanpa migas menurut harga berlaku, naik dari Rp. 64,53 triliyun tahun 2004 menjadi Rp. 79,06 triliyun tahun 2005; Rp. 94,62 triliyun tahun 2006; dan Rp. 108,97 triliyun tahun 2007. Sedangkan PDB Riau dengan migas menurut harga berlaku lebih besar lagi, yaitu naik dari Rp. 114,25 triliyun tahun 2004 menjadi Rp. 139,02 triliyun tahun 2005; Rp. 167,07 triliyun tahun 2006 dan naik lagi menjadi Rp. 210 triliyun tahun 2007.

Untuk aktifitas ekspor dan impor di Provinsi Riau, saat ini tercatat untuk ekspor di Riau terjadi peningkatan yaitu 5,68 miliar US Dollar pada tahun 2004 menjadi 7,02 miliar US Dollar pada tahun 2005; 8,69 US Dollar pada tahun 2006 dan 11,08 miliar US Dollar pada tahun 2007. Produk-produk yang menjadi unggulan ekspor Riau antara lain minyak bumi, minyak nabati (terutama CPO), pulp dan kertas, kayu olahan, karet, kelapa, dan lain-lainnya. Sementara itu untuk impor juga mengalami kenaikan dari 245,53 juta US Dollar tahun 2004 menjadi 644,79 US Dollar tahun 2005; 757,78 juta US Dollar tahun 2006 dan 969,54 juta US Dollar tahun 2007.

Untuk tingkat inflasi di Provinsi Riau sedikit banyak dipengaruhi oleh tingkat inflasi secara nasional yang kondisinya relatif cukup tinggi. Pada tahun 2005 inflasi nasional yang cukup tinggi sebesar 17,11 persen membawa pengaruh terhadap angka inflasi Provinsi Riau. Angka inflasi Riau naik dari 8,92 persen tahun 2004 menjadi 17,10 persen pada tahun 2005. Tahun 2006 angka inflasi berhasil ditekan menjadi 6,32 persen, tetapi tahun 2007 kembali naik sedikit menjadi 7,53 persen dan hingga April 2008 ini tercatat angka inflasi kumulatif adalah sebesar 3,93 persen sedangkan untuk inflasi pertahunnya tercatat sebesar 8,78 persen.

Sebagai daerah yang memiliki potensi kekayaan alam yang sangat besar maka sangat potensial untuk mendukung proses industrialisasi di Provinsi Riau. Tercatat saat ini beberapa industri sudah beroperasi di Riau beberapa yang menonjol diantaranya adalah pengolahan kelapa sawit (CPO) dalam bentuk pabrik pengolahan CPO kelapa sawit yang berjumlah 113 unit salah satunya adalah pabrik pengolahan CPO yang ada di Dumai.

Kemudian terdapat industri yang menghasilkan pulp and paper dalam skala besar yang berada di Kabupaten Siak dan Pelalawan. Selain itu juga terdapat pabrik pengolahan karet alam (crumb rubber) yang berjumlah enam belas unit. Realisasi investasi di Provinsi Riau yang berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) secara kumulatif, investasi PMDN tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 secara berturut-turut adalah Rp. 860 miliyar, Rp. 11,09 triliyun, Rp. 13,59 triliyun, dan Rp. 16,68 triliyun. Sementara untuk investasi Penanaman Modal Asing (PMA) berturut-turut dari tahun 2004-2007 adalah 512 juta US Dollar, 1.308,6 juta US Dollar, 1,893,6 juta US Dollar, dan 2.617,6 juta US Dollar. Oleh karena itu, tidak mengherankan dengan nilai investasi sebesar itu Provinsi Riau menempati posisi ketiga untuk Indonesia setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Dari aspek pendekatan wilayah, potensi ekonomi dewasa ini sedang dikembangkan pada tiga pusat pengembangan yaitu kawasan Ekonomi Dumai, Buton, dan Kuala Enok di Indragiri Hilir.

Untuk kawasan ekonomi Dumai, dipersiapkan sebagai kawasan strategis nasional dengan mulai terbangunnya kawasan industri Lubuk Gaung dan Pelintung. Selain itu, juga telah didukung dengan tersedianya pelabuhan samudra bertaraf internasional. Saat ini sedang dibangun pula pelabuhan penyeberangan kapal RoRo dari Dumai – Malaka. Kota Dumai.

Pembangunan jembatan sungai Siak sebagai salah satu pemenuhan infrastruktur. Salah satu perbaikan infrastruktur jalan guna mempercepat pengentasan kemiskinan. Menjadi pusat pengolahan minyak bumi dan pelabuhan ekspor bagi berbagai komoditi dari wilayah Riau bagian utara dan sebagian produk Sumatera Utara.

Untuk itu Pemerintahan Provinsi Riau mendesak pemerintahan pusat agar Dumai dapat dijadikan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sementara untuk kawasan Kuala Enok yang berada di wilayah Indragiri Hilir, sedang dibangun pelabuhan samudera.

Secara bersamaan juga sedang dalam tahap penyelesaian pembangunan jalan dan jembatan menuju pelabuhan Kuala Enok yang diharapkan selesai pada tahun 2008. pelabuhan ini akan menjadi akses penghubung agar potensi industri dan agro industri di wilayah selatan Provinsi Riau dan Provinsi Jambi dapat teroptimalkan.

Dengan pertumhuhan sebanyak itu, diharapkan Riau mampu membuka kesempatan kerja sebesar 6,135 persen pertahun. Dengan demikian dapat mengurangi angka penganguran sekaligus menarik masuknya investasi ke Provinsi ini.

Potensi Sumber Daya alam (SDA) di Riau meliputi pertambangan (minyak bumi, batu bara, dan gas alam), perkebunan, kehutanan, kelautan, serta Daerah Aliran Sungai (DAS). Di samping itu juga potensi sumber daya olahan seperti infrastruktur, industri, pariwisata dan lain-lain.

Dengan semakin pesatnya kegiatan pembangunan di Riau, eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam yang tidak terkendali, berdampak terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan. Ditambah dengan belum optimalnya penegakan supremasi hokum berpengaruh terhadap perkembangan investasi, sehingga menambah lengkap kendala dalam pemanfaatan SDA secara optimal.

Beritik tolak dari strategi wilayah dan potensi SDA yang mendukungnya, pembangunan Provinsi Riau dilakukan melalui pendekatan, yakni pendekatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan yang beorientasi investasi. Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan tiga program pokok, yaitu penanggulangan kemiskinan, peningkatan kualitas SDM dan pembangunan infrastruktur, tiga program pokok ini lebih popular dengan sebutan Program K2-I.

Kegiatan ini dilaksanakan melalui sharing program dan sharing budget bersama dengan kabupaten dan kotamadya di wilayah Provinsi Riau. Sedangkan pembangunan dibidang investasi dilakukan melalui pendekatan wilayah potensi ekonomi (kawasan ekonomi) serta perbaikan system dan manajemen investasi. Pemerintah Provinsi Riau sedang dan terus berupaya melaksanakan berbagai kinerja dan kegiatan dalam upaya pelaksana Program K2-I.

Di bidang infrastruktur yang dibenahi di Riau adalah infrastruktur pelayanan kepada publik, yaitu membangun kantor pelayanan terpadu (one stop service). Pola ini sudah dibangun dari tingkat provinsi hingga tingkat kabupaten dan dilaksanakan sejak 2005. Ada juga Badan Komplain, yang bertugas memfasilitasi semua keluhan dunia usaha, diantaranya mengenai pelayanan, kemudahan perizinan, dan keamanan.

Badan komplain beranggotakan Pemerintahan Provinsi Riau, kepolisian, Ditjen Bea Cukai, Ditjen Pajak, Ditjen Imigrasi, TNI angkatan laut, dunia usaha, dan lain-lain. Badan ini cukup efektif karena telah menyelesaikan banyak persoalan yang diadukan komunitas dunia usaha. Badan ini ditugaskan untuk merasionalisasi semua peraturan yang tidak mencerminkan semangat investasi. Di bidang infrastruktur, Riau tengah melakukan investasi pembangunan jalan. Program ini akan berjalan hingga tahun 2009 dengan anggaran 1,7 triliun rupiah.

Melalui berbagai terobosan itu, investasi di Riau menigkat signifikan. Berdasarkan pernyataan Ketua BKPM tahun 2005, Riau menduduki peringkat pertama untuk PMDN dengan total investasi 10,2 triliun rupiah. Sedangkan untuk PMA Riau masuk peringkat ketiga. Investasi tersebut menyerap sekitar 32 ribu tenaga kerja, hal itu membuat ekonomi Riau tumbuh sekitar 8,13 persen.

Data Bank Indonesia menunjukkan, penempatan dana pihak keitga tahun lalu sekitar 20 triliun rupiah pada 29 Bank yang ada di Riau, yang dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk fasilitas kredit sekitar 17 triliun rupiah. Artinya, sektor riil berjalan. Hal ini berdampak terhadap PDB yang juga menigkat. Indikator yang paling sederhana adalah jumlah penerbangan perhari. Hal itu menunjukkan mobilitas yang tinggi dan adanya investasi di Riau.

Berbagai indikator makro yang diproyeksikan dicapai pada tahun 2006 tersebut menunjukkan sebagian besar adanya keberhasilan Pemerintah Provinsi Riau. Angka pertumbuhan ekonomi dan PDB per kapita yang ditargetkan sejak tahun 2004, yaitu 105,41 persen dari angka yang ditargetkan sebelumnya.

Analisis stuktur ekonomi menunjukkan, dominasi terbesar masih pada sub sector pertanian, dan subsektor industri, listrik dan kontruksi. Di masa mendatang diharapkan peran sector perdagangan dan jasa akan semakin ditingkatkan. Penguasaan asset produktif juga memperlihatkan kondisi ketidakseimbangan antara BUMN dan perusahaan besar swasta dengan koperasi, dan usaha kecil menengah.

Berdasar struktur ekonomi Riau tanpa migas, pada tahun 2005 sampai 2006, sektor pertanian yang didukung ketersediaan sumber daya alam, memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Riau. Selanjutnya sektor industri dan perdagangan sebagai penunjang sektor pertanian menjadi sangat dominant pembangunan Riau. Pasa than anggaran 2005, ketiga sektor tersebut menyumbang 20.128,92 milyar rupiah, tahun 2006 menyumbang 23.574,11 milyar rupiah, tahun 2007 menyumbang 27.417,11 milyar rupiah, dan tahun 2008 diperkirakan 31.752,01 milyar rupiah.

Terdapat sekitar 684.328 unit usaha koperasi usaha kecil menengah, dan sektor ini hanya menguasai aset produktif senilai 10,29 triliun rupiah atau 97,33 persen dari total jumlah unit usaha yang ada. Ironisnya, sektor usaha kecil dan menengah ini hanya menguasai aset produktif sebesar 36,62 persen. Sedangkan sebanyak 47.762 perusahaan besar yang berbentuk BUMN dan perusahaan swasta telah menguasai aset produktif sebanyak 17,72 triliun rupiah atau 6,27 persen unit usaha atau menguasai asset produktif sebesar 63,38 persen.

Penigkatan SDM tidak dapat ditawar-tawar lagi, namun, disadari pembangunan SDM sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan harus terus ditingkatkan. Perbaikan gizi, angka harapan hidup, penurunan angka kematian bayi dan ibu melahirkan harus diberantas pula. Salah satu upayanya, adalah dengan membudayakan kebiasaan masyarakat untuk tetap hidup sehat, bersih, dan peduli terhadap lingkungan tempat tinggal.

Program penyediaan air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah, maupun limbah rumah tangga juga dilakukan. Dari aspek pendidikan dapat digambarkan pendekatan konsep link and match.

Perubahan struktur jurusan pendidikan umum, harus mulai mengarah pada keseimbangan pendidikan keahlian/kejuruan yang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Untuk itu, pada tahun ke depan proporsi jumlah sekolah menengah atas umum dan kejuruan secara bertahap harus seimbang.

Sementara itu, dalam rangka mendorong penyelenggaraan pendidikan yaitu ditetapkan visi pembangunan pendidikan di Provinsi Riau “Terwujudnya Lembaga Pendidikan di Provinsi Riau yang mampu menghasilkan sumber daya manusia berkualitas, beriman, bertaqwa, dan berbudaya Melayu serta daya saing pada tahun 2020”.

E. Visi dan Misi Riau 2020
Visi pembangunan daerah Riau untuk jangka panjang hingga tahun 2020 merupakan kristalisasi komitmen seluruh lapisan masyarakat Riau. Visi Riau 2020 ini telah disepakati dan ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 36 Tahun 2001 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Provinsi Riau Tahun 2001-2005.

Visi tersebut dikukuhkan kembali dalam Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 5 Tahun 2004 dan dikukuhkan kembali dalam Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 1 Tahun 2006 tentang Rencana Strategis (Rensra) Provinsi Riau Tahun 2004-2008.

Visi Pembangunan Daerah Riau adalah :
“Terwujudnya Provinsi Riau sebagai Pusat Perekonomian dan Kebudayaan Melayu Dalam Lingkungan Masyarakat yang Agamis, Sejahtera Lahir dan Batin, di Asia Tenggara Tahun 2020”

Namun, untuk memberikan gambaran secara nyata sebagai upaya penjabaran Visi Pembangunan Riau 2020, maka perlu adanya visi antara, yaitu: visi lima tahunan agar setiap tahap untuk periode pembangunan jangka menengah tersebut dapat dicapai, maka ditetapkan berdasarkan ukuran-ukuran kinerja pembangunan, yang dituangkan dalam Resntra.

Untuk tahun 2004 – 2008 dirumuskan visi antara sebagai berikut :
“Terwujudnya Pembangunan Ekonomi yang Mengentaskan Kemiskinan, Pembangunan Pendidikan yang Menjamin Kehidupan Masyarakat Agamis dan Kemudahan Aksesibilitas, dan Pembangunan Kebudayaan yang Menempatkan Kebudayaan Melayu secara Propesional dalam Kerangka Pemberdayaan”.

Visi Riau 2020 tidak akan mencapai sasarannya tanpa dukungan birokrasi yang cekatan dan ulet. Dengan kata lain, upaya mewujudkan masyarakat adil sejahtera tahun 2020 adalah pekerjaan gotong royong yang mengaitkan semua pihak. Pada master plan Riau 2020 jelas dinyatakan kerjasama antar kabupaten atau kota mutlak diperlukan. Upaya-upaya Provinsi Riau dalam mewujudkan good governance diantaranya dilakukan penerapan manajemen kinerja.

Penerapan manajemen kinerja ini dilaksanakan dalam bentuk, antara lain penyusunan Renstra 2004-2008, penerapan anggaran berbasis kinerja, penetapan kinerja 2005, dan penyiapan SDM manajemen kinerja. Penyelenggaraan good governance harus diawali dengan proses perencanaan yang baik. Dalam penyusunan RASK Tahun 2005 telah dilaksanakan sesuai Peraturan Pemerintahan Nomor 105 Tahun 2000 dan Keputusan Mendagri Nomor 29 Tahun 2002 yang mensyaratkan adanya penyajian indikator kinerja sesuai Inpres Nomor 7 Tahun 1999.

Untuk memenuhi akuntabilitas keuangan, Provinsi Riau telah memiliki neraca daerah. Ini bukti komitmen Provinsi Riau dalam mewujudkan pemerintahan yang baik. Guna mewujudkan visi pembangunan Provinsi Riau, diperlukan misi Pembangunan Riau yang bertumpu pada komitmen mewujudkan kredibilitas pemerintahan daerah dengan kemampuan propesional, moral, serta keteladanan pemimpin, dan aparat (reinventing government).

Berdasarkan permasalahan mendasar Provinsi Riau tersebut, maka kebijakan pokok (grand policies) Provinsi Riau pada periode tahun 2004 – 2008 dilakukan untuk mengenjot pemulihan dan stabilitasasi kondisi penyelenggaraan pemerintahan-pemerintahan yang bersih, kuat, dan beribawa. Takkalah pentingnya mewujudkan keseimbangan pembangunan antar wilayah dan antar kelompok masyarakat (spread of development equilibrium between region and society).

Mewujudkan perekonomian berbasis potensi sumber daya daerah dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan (empowerment of society base economy). Secara berkesinambungan mengembangkan sarana dan prasarana untuk menciptakan kehidupan masyarakat agamis. Menciptakan pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel, pembangunan politik dan hokum yang semakin demokratis, aspiratif, dan responsive terhadap dinamika yang berkembang secara nasional, regional, dan global.

Selain itu juga dilakukan upaya-upaya untuk merekatkan kesatuan dan persatuan masyarakat dengan mempererat hubungan sosial di antara kelompok masyarakat antar kabupaten/kota dalam ikatan emosional Budaya Melayu. Hal yang tak kalah penting adalah melanjutkan upaya penyelamatan dan pemulihan bagi kelompok masyarakat yang masih termarjinalkan dalam proses pembangunan.

Pengentasan kemiskinan, terhadap kelompok masyarakat yang berada di pedesaan maupun di perkotaan dapat dilakukan dengan menumbuh kembangkan ekonomi daerah yang dapat menciptakan kesempatan kerja baru. Diharapkan akan bisa mempercepat munculnya kesempatan berusaha.

Disisi lain juga harus mendorong berkembangnya kreativitas, serta inovasi penyelenggaraan pemerintahan dan kemasyarakatan di pedesaan. Hal itu dilakukan melalui pembangunan serta penguatan kapasitas (capacity building) kelembagaaan pemerintah desa dan kelembagaan masyarakat desa. Untuk mencoba itu, kebijakan yang akan ditempuh melalui perwujudan dan pelaksanaan otonomi desa yang nyata dengan segala konsekuensinya.
v Dengan demikian pada masa mendatang akan dapat diciptakan suasana yang kondusif bagi upaya pendinamisasian potensi dan kekuatan ekonomi pedesaan. Akhirnya akan dapat mendorong berkembangnya sentra-sentra produksi sebagai bentuk dari kegiatan ekonomi masyarakat dan dunia usaha di wilayah pedesaan.

Untuk mewujudkan hal itu semua diperlukan adanya rencana secara matang seperti yang terutang dalam Rencana Strategis (Renstra) Provinsi Riau Tahun 2004 – 2008. Rencana strategis merupakan langkah awal untuk melakukan pengukuran kinerja instansi pemerintah. Hal itu juga merupakan integrasi antara keahlian SDM dan sumber daya lainnya.

Berdasarkan Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, disebutkan perencanaan strategik merupakan proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai dengan lima tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul.

Renstra mengandung visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi (cara mencapai tujuan dan sasaran) yang meliputi kebijakan, program, dan kegiatan realistik dengan mengantisipasi perkembangan masa depan.

Upaya menanggulangi kerawanan pangan dengan menfokuskan pembangunan ekonomi berbasis pertanian.

Renstra Pemerintah Provinsi Riau tahun 2004-2008 telah disusun berdasarkan landasan ideologi Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, landasan operasional GBHN 1999, Undang-undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata kerja Perangkat Daerah, dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau. Rencana Strategis tersebut diformalisasikan dalam Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 1 Tahun 2004 tentang Rencana Strategis (Renstra) Provinsi Riau Tahun 2004-2008.
Rujukan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar