Sumber Daya Alam Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara memiliki keunikan tersendiri dalam kerangka perekonomian nasional. Provinsi ini adalah daerah agraris yang menjadi pusat pengembangan perkebunan dan hortikultura di satu sisi, sekaligus merupakan salah satu pusat perkembangan industri dan pintu gerbang pariwisata di Indonesia di sisi lain. Ini terjadi karena potensi sumber daya alam dan karakteristik ekosistem yang memang sangat kondusif bagi pembangunan ekonomi daerah dan nasional.
Kini tersedia potensi pertanian yang cukup melimpah. Sebagian besar produksinya, sayur-mayur dan jeruk malah telah dipasarkan ke provinsi lain bahkan ke luar negeri. Karena itu, tidak mengherankan jika sektor ini menjadi salah satu prioritas pembangunan daerah. Luas areal pertanian meliputi lahan sawah irigasi teknis seluas 135.872 ha, sawah non irigasi teknis seluas 141.383 ha, dengan saluran irigasi primer, sekunder dan tersier sepanjang 820.462 meter. Pada 2005, sawah-sawah ini menghasilkan 3.447.784 ton padi, sedangkan di tahun 2006 hanya memproduksi 3.030.784 ton padi.
Bukan hanya padi yang dihasilkan, tetapi juga 1.298.230 ton palawija, hortikultura dan sayur-sayuran. Beberapa jenis tanaman yang dikembangkan antara lain 218.375 ha lahan jagung dengan hasil produksi 739.067 ton; 13.142 ha tanaman kedelai dengan hasil produksi 15.295 ton; 155.436 ha lahan singkong dan umbi-umbian dengan hasil produksi 655.070 ton.
Pada 2004, luas hutan mangrove mencapai 103.372 ha dengan kondisi 60% baik. Hal ini sangat mempengaruhi perubahan ekosistem pantai dan kehidupan masyarakat nelayan. Kualitas air sungai yang di pantai hasilnya masih berfluktuasi terutama untuk parameter BOD, COD, TSS, Do dan PH. Fluktuasi kualitas air sungai ini terkait dengan ketaatan perusahaan terhadap baku mutu limbah cair dan besarnya beban limbah domestik yang dibuang langsung ke badan air. Sungai ini terkait dengan ketaatan perusahaan terhadap baku mutu limbah cair dan besarnya beban limbah domestik yang dibuang langsung ke badan air. Kualitas udara dengan indicator konsentrasi ambien polutan udara (Sox, Nox, debu, kebisingan) dan jumlah titik api (hotspot). Tahun 2004 jumlah titik api berkurang dari 219 titik api (2003) menjadi 164 titik api. Indikator ini menunjukkan kebakaran hutan masih relatif tinggi dan salah satu sumber polusi udara yang menyebabkan tingginya kadar debu di udara.
Di sektor perkebunan, menunjukkan progress menggembirakan. Pada 2005, misalnya, luas areal perkebunan 1.746.340 ha, lalu bertambah menjadi 1.788.943 ha pada 2006, terdiri atas 1.008.525 ha perkebunan rakyat, 363.106 ha perkebunan pemerintah, dan 365.992 ha perkebunan swasta dengan total hasil produksi 4.199.834 ton. Total produksi perkebunan pada 2006 mencapai 1.788.943 ton, meningkat dibandingkan total produksi 2005 sebesar 4.048.411 ton.
Komoditas unggulan sektor perkebunan antara lain karet. Dengan luas areal 479.174 ha, berhasil diproduksi 367.113 ton karet setiap tahunnya. Perkebunan sawit juga cukup luas, mencakup areal 908.080 ha dengan hasil produksi 13.830 ton. Luas perkebunan kelapa 125.969 ha dengan hasil produksi 99.529 ton. Perkebunan kopi mencapai 78.119 ha dengan hasil produksi 55.597 ton, sementara perkebunan kakao terhampar seluas 3.259 ha dengan hasil produksi 59.229 ton.
Meski potensi perikanan laut di pantai timur atau Selat Malaka hanya 239 ribu ton per tahun, Sumatera Utara memiliki potensi perikanan yang sangat besar di Pantai Barat atau Samudera Hindia yang mencapai 917.000 ton per tahun. Kendati demikian, produksi ikan secara keseluruhan masih relative kecil dibanding potensi yang ada, yakni 10,53% per tahun. Produksi perikanan tidak hanya dari laut, tapi juga dari produksi perairan rawa, danau dan sungai yang mencapai 11.669,90 ton dengan hasil produksi perikanan laut yang mencapai 330.579,60 ton, dengan jumlah kapal 22.457 unit. Untuk hasil perikanan budidaya dan perikanan tangkap untuk tahun 2006 sebesar 388.559 ton.
Di bidang kehutanan, Sumatera Utara juga menyediakan sumber daya alam yang melimpah. Pada 2005, total luas wilayah hutan mencapai 2.386.960 ha, terdiri atas 1.297.330 ha hutan lindung dan 1.035.690 ha hutan produksi terbatas. Dari seluruh potensi kehutanan yang ada, hutan yang dapat dikonversi mencapai 879.270 ha dan hutan bakau seluas 477.070 ha. Produksi kehutanan di luar kawasan Hak Pengelolaan Hutan (HPH) sebanyak 112.459,79 meter kubik kayu bulat, 34.082,12 meter kubik kayu gergajian dan 187.128,74 meter kubi kayu olahan. Sedangkan hasil hutan ikutannya terdiri atas 600 ton rotan dan 654,37 meter kubik Gondorukem.
Di sektor peternakan, komoditas utama yang dihasilkan adalah sapi, kambing, domba, babi, dan unggas. Jumlah populasi sapi potong pada 2006 mencapai 25.465 ekor dengan jumlah pemotongan per tahun sebanyak 53.207 ekor. Populasi sapi perah 6.521 ekor, memproduksi 4.561 ribu liter susu per tahun. Di sana juga tersedia 721.858 ekor kambing bersama 268.500 ekor domba, 809.705 ekor babi, 21.280.380 ekor ayam buras, 6.190.175 ekor ayam petelur dengan hasil produksi 123.95,36 ton telur per tahun, 51.219.491 ekor ayam pedaging dengan hasil produksi 44.687,58 ton daging ayam per bulan, serta 2.291.472 ekor itik dengan hasil produksi 10.919,80 butir telur per tahun. Total produksi peternakan tahun 2006 mencapai 216,05 ton, meningkat dibanding produksi 2005 yang hanya mencapai 213,25 ton.
Sumatera Utara juga memiliki kekayaan tambang. Survey 2006 mencatat bahwa terdapat 27 jenis barang tambang nonlogam (golongan C), 15 jenis barang tambang logam dan enam jenis minyak, gas (migas) dan energi. Barang tambang nonlogam antara lain batu gamping, dolomite, pasir kuarsa, belerang, kaolin, diatomea dan bentonit. Sedangkan barang tambang logam mencakup emas, perak, tembaga dan timah hitam. Sementara potensi migas dan energi antara lain minyak bumi, gas alam dan panas bumi. Saat ini telah dilakukan eksploitasi terhadap minyak bumi di Sumatera Utara, dengan hasil produksi pada 2006 mencapai 21.000 barel minyak bumi. Sumber: Indonesia Tanah Airku (2007).
Rujukan
Lokasi-lokasi Komoditas Strategis
Nias | Perikanan Laut, Jagung, Nilam | |
Tapanuli Selatan | Ikan Sale, Meubel Kayu / Rotan, Padi, Salak, Manggis, Mangga Golek, Pisang Kepok, Karet, Sapi, Bentoit, Batu Kapur. | |
Mandailing Natal | Kopi, Kakau, Kelapa Sawit. | |
Tapanuli Tengah | Jagung, Nilam, Play Wood | |
Tapanuli Utara | Nenas, Jeruk, Pisang Barangan, Goba, Kentang, Cabe, Bawang Merah, Babi, Kerbau Ayang Buras, Ikan Mas, Lele Dumbo, Gurami, Bawang Putih, Grass Carp,Kopi, Kemenyan, Kakau, Karet, Kacang Garing, Tenun Adat, Gula Semut, Kapur Tohor. | |
Toba Samusir | Nilam, Jagung,Pakan Ternak, Kelapa, Kakao, Kemenyan, Pengolahan Kayu, Industri Kain Ulos Batak, Kacang-kacangan. | |
Pelabuhan Batu | ||
Asahan | Kelapa Sawit, Karet, Kakao. | |
Simalungun | Udang , Ikan , Jagung , Furniture . | |
Dairi | Kol , Cabe , Bawang merah , tomat , pisang . | |
Karo | Kentang , Jagung , Durian , Jeruk , Kopi , Keniri , Kulit manis , gambir , kemenyan . | |
Deli Serdang | Jagung , Jeruk , markisa , Kol / kubis , Petai , Wortel , Kentang , Cabe , Tomat . | |
Langkat | Karet , Kakao , Kelapa sawit , Pisang , Jagung . | |
Sibolga | Kakao , Kelapa sawit , Nila merah , Kerapuh , Rambutan , Domba , Karet . | |
Tanjung Balai | ||
Pematang Siantar | Kerang , udang Galah ,Itik , Jagung , Kedelai. | |
Medan | Teh hijau , Rokok Putih , Tepung Tapioka , kacang tumbuk , Ulos .Furniture , Bika Ambon . Anyam - anyaman.Bengkoang , Rambutan , Bunga Potong ( sedap malam , galadiol , angrek ) , Konfeksi , Tekstil , Barang - barang dari rotan , Anyaman / Meubel dari bambu . |
Rujukan
Komoditas Perkebunan
Di Sumatera Utara terdapat berbagai komoditi hasil-hasil perkebunan, seperti: karet, sawit, kopi nilam, jahe, kemiri, aren, pinang, coklat, kelapa, panili, kemenyan, kulit manis, dan cengkeh yang memberi peluang untuk mendirikan industri pengolahan hasil perkebunan.
Luas areal perkebunan adalah 1.629.156 Ha atau 22,73% dari Luas Sumatera Utara, dengan produksi sebesar 12.225.234 ton untuk 23 komoditi diantaranya sawit, karet, kopi, teh, kakao dan kelapa.
Menurut pengusahaannya areal perkebunan dibagi menjadi:
1. Perkebunan rakyat seluas 815.071 Ha dengan produksi 2.829.280 ton.
2. Perkebunan Swasta (PBS) seluas 425.551 Ha dengan produksi 4.934.556 ton
3. PTPN seluas 388.534 Ha dengan produksi 4.461.398 ton
Rata-rata pertambahan luas lahan perkebunan sebesar 0,72% pertahun dan pertumbuhan produksi sebesar 2,74% pertahun.
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Karet | Labuhan Batu Tapanuli Selatan Mandailing Natal Langkat Tapanuli Tangah | 84.176 60.674 43.044 36.720 29.474 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Kelapa Sawit | Labuhan Batu Simalungun Tapanuli Selatan Langkat Asahan | 79.000 25.610 21.170 19.626 17.080 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Kopi | Dairi Tapanuli Selatan Tapanuli Utara Mandailing Natal Simalungun | 18.449 - - - - |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Kelapa | Nias Asahan Deli Serdang Labuhan Batu Tapanuli Tangah | 48.478 43.654 12.191 11.525 6.871 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Nilam | Nias Toba Samosir Tapanuli Selatan Tapanuli Tangah Dairi | 1.147 137 125 69 59 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Jahe | Simalungun Toba Samosir Dairi Tapanuli Utara Deli Serdang | 816 627 234 92 60 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Kemiri | Karo Dairi Toba Samosir Deli Serdang Tapanuli Utara | 5.493 4.253 2.485 1.067 656 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Pinang | Deli Serdang Langkat Asahan Simalungun Nias | 1.369 349 328 314 156 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Cokelat | Asahan Simalungun Deli Serdang Tapanuli Selatan Nias | 7.807 3.134 3.509 2.982 2.851 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Panili | Dairi Karo Deli Serdang Simalungun Langkat | 159 130 71 25 5 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Kemenyan | Tapanuli Utara Toba Samosir Dairi Tapanuli Selatan | 159 130 71 25 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Kulit Manis | Tapahuli Selatan Mandailing Natal Tapanuli Utara Karo Dairi | 1.874 1.183 1.014 849 703 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Cengkeh | Nias Toba Samosir Mandailing Natal Karo Tapanuli Selatan Dairi | 1.891 635 566 530 263 185 |
Rujukan
Provinsi ini tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. BUMN Perkebunan yang arealnya terdapat di Sumatera Utara, antara lain PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II), PTPN III dan PTPN IV.
Selain itu Sumatera Utara juga tersohor karena luas perkebunannya. Hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. Sumatera Utara menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhanbatu, dan Tapanuli Selatan.
Komoditas tersebut telah diekspor ke berbagai negara dan memberikan sumbangan devisa yang sangat besar bagi Indonesia. Selain komoditas perkebunan, Sumatra Utara juga dikenal sebagai penghasil komoditas holtikultura (sayur-mayur dan buah-buahan); misalnya Jeruk Medan, Jambu Deli, Sayur Kol, Tomat, Kentang, dan Wortel yang dihasilkan oleh Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara. Produk holtikultura tersebut telah diekspor ke Malaysia dan Singapura.Rujukan:http://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Utara
Komoditas Pertanian
Di antara hasil pertanian yang berpotensi di kembangkan di Sumatera Utara, adalah padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang kedelai, kacang hijau, kacang tanah dan beberapa sayur-sayuran, seperti uraian di bawah ini:
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Padi | Deli Serdang Simalungun Labuhan Batu Tapanuli Selatan Langkat Tapanuli Utara | 133.190 111.201 96.287 66.417 71.903 64.458 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Jagung | Karo Simalungun Dairi Deli Serdang Langkat Asahan | 66.801 47.877 34.187 20.976 10.669 5.273 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Ubi Kayu | Deli Serdang Simalungun Nias Toba Samosir Tapanuli Utara Tapanuli Selatan | 14.950 7.217 2.535 1.860 1.074 669 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Ubi Jalar | Nias Deli Serdang Simalungun Toba Samosir Tapanuli Utara | 3.284 2.678 2.413 1.166 1.099 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Kacang Tanah | Simalungun Deli Serdang Tapanuli Utara Dairi Langkat | 8.685 3.872 2.127 1.766 1.026 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Kacang Kedelai | Deli Serdang Langkat Mandailing Natal Tapanuli Selatan Asahan | 3.481 2.727 1.135 784 474 |
Komoditi | Lokasi | Luas/ha |
Kacang Hijau | Deli Serdang Simalungun Langkat Toba Samosir Tapanuli Selatan | 3.952 1.586 1.534 361 357 |
Rujukan:http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=4048&Itemid=1545
Industri dan Pertambangan
Di Indonesia, sektor industri dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yakni industri besar, industri sedang serta industri kecil dan rumah tangga. Pembagian itu lebih didasarkan pada jumlah tenaga kerja yang bekerja pada industri yang bersangkutan. Jumlah industri besar yang ada di Sumut tahun 1998 mencapai 1.025 perusahaan.
Jumlah itu mengalami penurunan sekitar 7,32% jika dibandingkan tahun 1997, yang berjumlah 1.106 unit. Nilai output industri besar pada tahun 1997 mencapai lebih dari Rp 23 ribu milyar dengan nilai tambah sebesar Rp 3.563,65 milyar. Nilai tambah terbesar tahun 1998 pada industri makanan, minuman, dan tembakau, yaitu sebesar Rp 3.456,06 milyar, kemudian diikuti industri kimia sebesar Rp 1.643,73 milyar dan industri pengolahan lain sebesar Rp 2,96 milyar.
Jumlah aneka industri di Sumut sekitar 1.106 perusahaan dengan total tenaga kerja 180.803 jiwa. Hasil industri utama di Sumut berupa makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi dan kulit, perabot rumah tangga, kertas, kimia, barang dari bahan kimia, barang galian bukan logam dan logam dasar, barang dari logam, dan mesin. Hasil industri kecil berupa tenunan, sulaman, pakaian jadi, konveksi (garmen); makanan, alat pertanian, tas, dan sepatu.
Potensi industri pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan hasil hutan, seperti minyak kelapa sawit (CPO); rotan, kayu lapis, cramb rubber, dan sebagainya sangat potensial untuk dikembangkan lebih Ianjut. Selain itu, industri manufaktur dan elektronik juga akan menjadi potensi andalan Sumut jika ia dapat dikembangkan secara lebih modern dengan peralatan canggih.
Di sektor pertambangan, Sumut memiliki beberapa bahan tambang, seperti minyak dan gas bumi di daerah lepas pantai Selat Malaka, Pulau Nias, dan daerah perbatasan Sumatra Utara dengan Riau. Hasil tambang batu bara banyak terdapat di Kabupaten Langkat, Tapanuli Tengah, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Nias, dan dataran tinggi Karo. Sementara emas, perak, tembaga, dan seng banyak terdapat di Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Asahan, Langkat, dan tanah Karo. Selain itu, Sumut memiliki bahan galian seperti andesit, pasir kuarsa, batu kali/koral, batu apung, pasir bangunan, granit, obsidin, koalin, marmer, dan batu kapur yang juga cukup potensial untuk dikembangkan.
Dalam dunia perdagangan, Sumut pada tahun 1997 telah mengimpor mesin, peralatan listrik, besi dan baja, bahan bakar mineral dan minyak, bahan kimia organik, dan barang-barang senyawa senilai US$ 977.292.752. Nilai ekspornya (1997) dengan komoditas utama berupa, lemak, minyak, malam, karet dan barang dari karet, kayu, aluminium, dan ikan seluruhnya berjumlah sekitar US$ 3.443.555.312.
Pada tahun 1998 volume ekspor Sumut mencapai 4.401.819 ton dan volume impor sebesar 958.374 ton. Ini berarti masing-masing mengalami penurunan sebesar 9,92% dan 55,2%. Nilai ekspor Sumut pada tahun yang sama mencapai US$ 2.713,61 juta dan nilai impornya sebesar US$ 408,4 juta, sehingga surplus perdagangan Sumut tahun 1998 mencapai US$ 2.308,2 juta.
Komoditas andalan ekspor Sumut terutama berasal dari perikanan, industri hasil perkebunan, seperti minyak nabati dan pertanian hasil tanaman pangan. Yang telah disebutkan itu menjadi potensi ekonomi yang andal di Sumatra Utara. Kendala yang dihadapi sampai sekarang antara lain menyangkut investasi. Masalah investasi ini menjadi kendala yang sulit untuk dipecahkan apalagi dalam situasi krisis seperti yang masih dialami Indonesia saat ini. Persoalan investasi modal menjadi kendala yang cukup serius saat ini, termasuk dalam menarik investor asing. Rujukan
Ada tiga perusahaan pertambangan terkemuka di Sumatera Utara:
SMM merupakan perusahaan pemegang kontrak karya generasi VII tertanggal 19 Februari 1998. Awalnya, wilayah kontrak karya SMM di Kabupaten Madina seluas 201.600 ha. Namun setelah dua kali diciutkan, luas konsesinya kini menjadi 66.200 ha, atau tinggal 32,82 persen saja. Proses eksplorasi dimulai sejak 19 Februari 1999. Dari luas total saat ini, ternyata sebagian besar justru tumpang tindih dengan kawasan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). Ini terjadi karena pada 29 April 2004 Menteri Kehutanan, saat dijabat Muhammad Prakosa, menetapkan pembentukan TNBG dengan luas 108 ribu ha melalui putusan SK No 126/Menhut-II/2004. Batas tetapnya akan ditentukan setelah diadakan penetapan batas di lapangan.Rujukan
Ekspor dan Impor
Kinerja ekspor Sumatera Utara cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 tercatat perolehan devisa mencapai US$4,24 milyar atau naik 57,72% dari tahun sebelumnya dari sektor ini.
Ekspor kopi dari Sumatera Utara mencapai rekor tertinggi 46.290 ton dengan negara tujuan ekspor utama Jepang selama lima tahun terakhir. Ekspor kopi Sumut juga tercatat sebagai 10 besar produk ekspor tertinggi dengan nilai US$3,25 juta atau 47.200,8 ton periode Januari hingga Oktober 2005.
Dari sektor garmen, ekspor garmen cenderung turun pada Januari 2006. Hasil industri khusus pakaian jadi turun 42,59 persen dari US$ 1.066.124 pada tahun 2005, menjadi US$ 2.053 pada tahun 2006 pada bulan yang sama.
Kinerja ekspor impor beberapa hasil industri menunjukkan penurunan. Yakni furniture turun 22,83 persen dari US$ 558.363 (2005) menjadi US$ 202.630 (2006), plywood turun 24,07 persen dari US$ 19.771 menjadi US$ 8.237, misteric acid turun 27,89 persen yakni dari US$ 115.362 menjadi US$ 291.201, stearic acid turun 27,04 persen dari US$ 792.910 menjadi US$ 308.020, dan sabun noodles turun 26 persen dari AS.689.025 menjadi US$ 248.053.
Kinerja ekspor impor hasil pertanian juga mengalami penurunan yakni minyak atsiri turun 18 persen dari US$ 162.234 menjadi US$ 773.023, hasil laut/udang, minyak kelapa dan kopi robusta juga mengalami penurunan cukup drastis hingga mencapai 97 persen. Beberapa komoditi yang mengalami kenaikan (nilai di atas US$ Juta) adalah biji kakao, hortikultura, kopi arabica, CPO, karet alam, hasil laut (non udang). Untuk hasil industri yakni moulding, ban kendaraan dan sarung tangan karet.Rujukan
Peternakan
Hasil populasi ternak di Sumatra Utara tahun 1997 adalah sebagai berikut: jumlah sapi 268.364 ekor, kerbau 265.053 ekor, kuda 9.937 ekor, sapi perah 8.811 ekor, kambing 785.229 ekor, domba 154.027 ekor, babi 976.277 ekor, ayam ras 6.266.676 ekor, ayam Broiler 72,510.000 ekor, ayam kampung 21.160.000 ekor, dan itik 2.265.317 ekor.
Sementara hasil populasi ternak tahun 1998 mengalami penurunan sebagai berikut: sapi 246.279 ekor; kerbau 264.152 ekor; kuda 5.601 ekor; sapi perah 6.386 ekor; kambing 691.228 ekor; domba 159.491 ekor; babi 765.652 ekor, ayam ras 3.763.760 ekor; ayam daging 5.729.010 ekor; ayam kampung 19.574.500 ekor; dan itik 2.192.490 ekor.
Krisis moneter yang dilanjutkan dengan krisis eko-nomi yang melanda Indonesia sejak Juli 1997 sangat berpengaruh terhadap populasi hasil ternak utama di Sumatra Utara. Makanan ternak yang harganya melambung tinggi dan semakin mahal menjadi salah satu pemicunya. Bahkan banyak perusahaan yang mem-produksi makanaan ternak gulung tikar akibat mero-sotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, padahal sebagian besar bahan utama makanan ternak masih banyak diimpor dari negara lain. Itulah beberapa kendala yang dialami oleh peternak Indonesia umumnya, dan peternak di Sumatra Utara khususnya.Rujukan
Flu Burung Anjlokkan Produksi Ternak Sumut
Wabah flu burung sampai Agustus 2006 sudah menyerang 16 dari 25 kabupaten/kota di Sumut. Dampaknya, selain menimbulkan kepanikan bagi 12 juta lebih warga daerah ini, juga menyebabkan meruginya peternak akibat anjloknya produksi. Demikian kesimpulan Wakil Kepala Dinas Peternakan Sumut, Ir Tetty Herlina Lubis di Medan, Senin (4/9).
“Dari 12 populasi ternak, hanya produksi sapi potong dan domba saja yang tidak turun. Selebihnya, berproduksi minus,” kata Tetty dalam pertemuan yang dipandu Kepala Badan Infokom Sumut Drs H Eddy Syofian Purba MAP.
16 kabupaten/kota endemik flu burung itu adalah, Deli Serdang, Binjai, Dairi, Medan, Tebing Tinggi, Langkat, Samosir, dan Serdang Bedagai. Kemudian Simalungun, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Mandailing Natal, Humbang Hasundutan, dan Karo.
Menurut Tetty, produksi ternak ayam petelur merupakan yang terparah persentase penurunannya, yakni mencapai minus 16,6 persen jika dilihat dari produksi tahun 2004 sebesar 13.826.970 dibanding produksi tahun 2005 sebesar 6.190.175.
Produksi ternak ayam pedaging juga menurun tajam dengan persentase minus 11,07 persen jika dilihat produksi tahun 2004 sebesar 38.045.260 dibanding produksi tahun 2005 sebesar 35.568.236.
Penurunan produksi ternak antara tahun 2004 dengan tahun 2005 juga terjadi pada sapi perah (minus 0,41 persen), kerbau (minus 0,39 persen) kuda (minus 9,48 persen), kambing (minus 4,68 persen), babi (minus 2,25 persen), ayam buras (minus 3,74 persen), dan itik (minus 5,42 persen).
Diakui Tetty, anjloknya produksi ternak akibat flu burung ini menyebabkan kinerja peternakan Sumut minus sepanjang tahun 2005.
“Kinerja seperti ini menggangu perekonomian Sumut baik dari pengusaha maupun peternak sendiri,” tambahnya. Dikatakan, dampak wabah flu burung juga menurunkan konsumsi produk peternakan.Tahun 2003 konsumsi daging untuk warga Sumut sebanyak 10,36 ton dan telur 13,37 ton.
Namun hingga Desember 2005, konsumsi daging menurun menjadi 9,20 ton (minus 5,14 persen) dan konsumsi telur turun menjadi 5,56 ton (minus 16,68 persen).
“Hanya konsumsi susu (dari sapi perah) saja yang stabil. Karena sterilisasi sudah berlangsung baik,” katanya.Rujukan
Perikanan
Timpang, Pemanfaatan Potensi Perikanan Sumatera Utara
SEKTOR perikanan merupakan salah satu sektor yang menjadi tumpuan kehidupan banyak orang setelah sektor pertanian. Barangkali karena itu pula Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menempatkannya sebagai sektor strategis, terutama dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat ke depan.
Kebijakan ini tidak terlepas dari kondisi geografis Sumatera Utara (Sumut) sebagai daerah yang memiliki pantai dan pulau. Panjang garis pantai di provinsi ini tercatat 545 kilometer di wilayah pantai timur, yakni dari batas Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) di utara hingga ke batas Riau di selatan yang terhampar persis dekat Selat Malaka. Di wilayah pantai barat, panjang garis pantainya tercatat 375 kilometer, sedangkan sekitar 380 kilometer lagi merupakan garis pantai di pulau-pulau Nias.
"Bagi Provinsi Sumut, sektor perikanan tetap menjadi andalan guna memacu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat daerah ini. Karena itulah, kebijakan pembangunan sektor ini ke depan didasarkan pada pendekatan pembagian tiga wilayah pengembangan," papar Ridwan Batubara, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut.
Tiga wilayah pengembangan tersebut masing-masing, wilayah pengembangan perikanan dan kelautan I. Daerah yang masuk wilayah ini, antara lain, Mandailing Natal, Sibolga, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan Nias. Potensi unggulan wilayah itu adalah penangkapan ikan lepas pantai dan perairan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif).
Wilayah pengembangan II yang merupakan bagian tengah Sumut hanya bisa dikembangkan sebagai pusat perikanan budidaya. Misalnya, di sekitar Toba Samosir, Simalungun, Dairi, dan Tapanuli Utara.
Sama dengan wilayah I, pembangunan perikanan di wilayah III, yakni di bagian timur Sumut, tetap akan menjadi fokus pengembangan perikanan tangkap. Daerahnya terletak persis di sekitar perairan Selat Malaka, yaitu mulai dari Langkat di perbatasan NAD, hingga ke Medan, Deli Serdang, Tanjung Balai, Asahan, hingga Labuhan Batu dekat perbatasan Riau.
PENGEMBANGAN perikanan di wilayah II Sumut seyogianya tidak menemukan banyak masalah karena lebih pada budidaya darat yang sudah mengakar dari dulu di masyarakat. Persoalan paling besar di wilayah pengembangan I dan III Sumut, sebab sebagai andalan dan pusat aktivitas perikanan tangkap, maka ini terkait langsung dengan potensi alami di sana.
Pengurasan potensi perikanan laut yang tidak terkendali, apalagi dibarengi dengan cara-cara penangkapan di luar batas, misalnya bom ikan, jelas akan menjadi bumerang di belakang hari. Isyarat betapa potensi perikanan laut daerah ini sudah mulai tahap “lampu kuning" bisa dilihat dari ketimpangan potensi alami antara perairan pantai timur dan pantai barat Sumut.
Ini mengkhawatirkan karena akan mengancam keberadaan dua "gudang" ikan terbesar Sumut. Sudah sejak lama pantai timur dan barat Sumut menjadi ujung tombak perikanan tangkap, baik untuk pasar lokal, ekspor, maupun industri perikanan. Siapa pun tahu, Belawan dan Sibolga merupakan pelabuhan perikanan terbesar Sumut yang produksi ikan tangkapnya dikirim ke mana-mana.
Badan Riset Kelautan dan Perikanan tahun 2001 mencatat, potensi perikanan di perairan pantai timur Sumut (sekitar Selat Malaka) tercatat sekitar 276.030 ton per tahun. Sedangkan pemanfaatan per tahun 2003 tercatat sekitar 255.499,2 ton.
"Angka ini memang mengejutkan karena, dengan data-data di atas, tergambar jelas kondisi perairan pantai timur Sumut sudah mendekati over fishing atau padat tangkap. Keadaan demikian menunjukkan betapa potensi perairan pantai timur sekitar Selat Malaka sudah sulit dioptimalkan karena tingkat pemanfaatannya mencapai 92 persen," kata Ridwan Batubara.
Data Badan Riset Kelautan tersebut setidaknya memberi gambaran bahwa eksploitasi potensi perikanan tangkap di daerah ini tampaknya mulai timpang. Bandingkan dengan potensi perikanan di pantai barat Sumut (sekitar Samudra Hindia). Potensi perairan ini tercatat 1.076.960 ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2003 baru mencapai 96.597,1 ton (8,96 persen).
"Tingkat pemanfaatan potensi sumber daya perikanan yang belum merata di Sumut, khususnya perikanan tangkap, jelas berpengaruh serius. Salah satunya berdampak terhadap hasil tangkapan yang tidak berimbang karena penangkapannya yang tidak rasional," ujar Ridwan Batubara.
Agar ketimpangan tersebut tidak berlanjut, sudah selayaknya Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut berupaya melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap sumber daya perikanan tangkap. Caranya, bekerja sama dengan pemerintah kabupaten dan kota yang menjadi penanggung jawab teritorial setempat. Selain itu, untuk pengendalian pemanfaatan sumber daya perikanan di Sumut, diharapkan pula adanya patroli pengawasan pantai maupun samudra secara berkesinambungan.
Langkah-langkah di atas memang harus dilakukan untuk menjamin produksi perikanan di Sumut. Apalagi, lonjakan produksi penangkapan ikan daerah ini tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan potensi yang ada. Tahun 2002, misalnya, produksi penangkapan ikan di laut tercatat 345.192,4 ton, sedangkan tahun 2003 tercatat 352.096,2 ton atau hanya naik sekitar 1,9 persen.
Sektor perikanan tampaknya memang tidak semata menjaring ikan, memancing, atau sekadar membuat keramba. Penggarapan potensi perikanan laut yang timpang pasti akan mengancam kelangsungan hidup nelayan ke depan.... (ahmad zulkani) (Selasa, 03 Februari 2004 Copyright © 2002 Harian KOMPAS) Rujukan
Kegiatan Budidaya Ikan di Danau dan Waduk
Danau Toba
Danau Toba terletak di Propinsi Sumatera Utara dengan luas permukaan perairan 110.620 ha. Di tengah Danau Toba terletak sebuah pulau yaitu pulau Samosir dengan luas 69.280 ha.Rata-rata kedalaman Danau Toba 218m dengan kedalaman maksimum 529m. Indikator kondisi lingkungan yang masih baik adalah dari penggunaan air danau untuk pengembangan perikanan, sumber air minum dan pariwisata. Danau Toba termasuk perairan yang miskin yang ditunjukkan oleh penampakan perairan yang jernih dan tidak tingginya kelimpahan populasi hewan air(termasuk ikan) yang hidup didalamnya.
Jenis-jenis ikan yang meliputi jenis ikan batak (Lissochillus Tieneman),ikan pora-pora (Puntius Pinotatus,ikan nilem(Oseochellus Haselti),ikan mas (Cyprinus Carpio),ikan tawes (Punctius Javanicus),ikan mujair (Oreochromics Mossambicus),ikan gabus(Ophiocephalus sp),ikan lele(Clarias Batracus),ikan sepat(Trichogaster Trichopterus), dan ikan gurame(Ospronemus Gouramy).
Budidaya ikan yang berkembang di perairan Danau Toba adalah dengan sistem budidaya diKeramba Jaring Apung(KJA). Jenis ikan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat adalah ikan mas dan nila. Di danau Toba juga terdapat KJA milik swasta yaitu PT. Aqua Farm Nusantara merupakan PMA yang berdiri tahun 1988 berdasarkan Surat Persetujuan Presiden RI No.B-32/Pres/03/1988. Usaha budidaya yang dikembangkan PT. Aqua Farm Nusantara di Propinsi Sumatera Utara merupakan budidaya ikan nila terpadu (integrated) yang meliputi unit usaha pembenihan (hatchery), unit usaha pembesaran (growout),unit usaha pengolahan (processing plant), dan unit pabrik pakan ikan (masih proses perintisan ditahun 2008). Unit usaha pembesaran dilakukan di Danau Toba yang melibatkan tenaga kerja sekitar 2.400 orang tenaga kerja lokal dengan jumlaj KJA sebanyak 1.380 unit yang tersebar di 6 lokasi KJA (Kab. Samosir 4 lokasi,Kab. Simalungun 1 lokasi, Kab. Toba Samosir 1 lokasi) dan 1 lokasi Landing Site di Kab. Toba Samosir. Jumlah KJA disetiap lokasi kurang lebih 250 unit.
Sebagian besar KJA yang dikembangkan sudah menggunakan KJA bulat. KJA segiempat yang terbuat dari besi galvanis disinyalir cukup rentan terhadap benturan kapal yang merapat ataupun lewat. Sementara KJA bulat yang menggunakan bahan rangka meupun pelampung, dari bahan pipa paralon PVC tampak lebih kokoh, lebih indah dan relati lebih hydrodynamic sehingga ada kecenderungan kedepan pengembangan KJA bulat secara berangsur-angsur akan menggantikan seluruh KJA segiempat.
Dengan pola penebaran dan pemanenan yang dikembangkah oleh unit growout ini, maka pada setiap hari dapat dilakukan pemanenan sebanyak 80 ton ikan hidup. Untuk mencapai target panen tersebut, maka pada setiap hari harus dilakukan penebaran benih ikan nila ukuran glondongan sebanyak 200.000 ekor. Dalam unit pembesaran tersebut, digunakan teknilogi konstruksi KJA yang cukup modern, dan ditunjang dengan penggunaan nutrisi dan manajemen pakan yang ramah lingkungan.Rujukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar